Prabowo Subianto Dorong Perubahan UU TNI, Publik Khawatirkan Kembalinya Peran Ganda Militer
Jakarta – Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) kembali memanaskan diskusi publik. Digagas oleh Prabowo Subianto, yang kini menjabat sebagai Presiden terpilih sekaligus mantan Menteri Pertahanan, revisi ini bertujuan memodernisasi peran TNI agar sesuai dengan tantangan zaman. Namun, langkah ini menuai pro dan kontra, dengan masyarakat sipil khawatir revisi tersebut membuka jalan bagi kembalinya dwifungsi TNI seperti di era Orde Baru.
Berdasarkan diskusi di channel YouTube Tempodotco, revisi UU TNI mulai digodok sejak Prabowo menjadi Menhan. Setelah memenangkan Pilpres 2024, ia mempercepat proses ini dengan target penyelesaian di awal masa kepresidenannya. “Prabowo menilai UU TNI yang lama sudah usang dan banyak aturan turunannya tidak dilaksanakan,” ungkap narasumber dalam diskusi tersebut.
Dorongan Cepat dan Tarik-Menarik di DPR
Pemerintah sempat ngotot agar revisi ini dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR demi kecepatan dan efisiensi. Namun, PDI Perjuangan (PDIP) menolak keras dan memindahkan pembahasan ke Komisi I DPR. “PDIP khawatir dua pasal bermasalah akan lolos tanpa pengawasan ketat,” kata Stefanus Pramono, salah satu pembawa acara Bocor Alus Politik di Tempodotco.
Dua pasal yang disorot adalah Pasal 47—yang awalnya memungkinkan TNI ditempatkan di berbagai kementerian dan lembaga tanpa batasan jelas—dan Pasal 39 yang mengizinkan TNI berbisnis. Setelah protes keras dari masyarakat sipil, draft direvisi. Dalam versi terbaru, Pasal 47 membatasi penempatan TNI di 15 lembaga tertentu (naik dari 10 di UU lama), dengan syarat prajurit harus mundur jika menjabat di luar daftar tersebut. Pasal 39 soal bisnis TNI pun dihapus total.
Beberapa cuitan di X.com menunjukkan bahwa perubahan ini dipengaruhi tekanan publik serta intervensi Prabowo. Pada Maret 2025, ia memanggil petinggi Gerindra untuk merespons kritik masyarakat sipil, menghasilkan draft yang lebih “ramah” supremasi sipil.
Perluasan Tugas dan Usia Pensiun
Revisi ini juga memperluas tugas TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Awalnya, Pasal 7 mengusulkan TNI ikut menangani narkotika dan keamanan siber. Namun, setelah diskusi dengan masyarakat sipil, klausul narkotika dihapus dari Pasal 7, dan keamanan siber dibatasi pada “pertahanan siber” tanpa menyentuh ranah sipil. Meski begitu, Pasal 47 tetap membuka peluang pembentukan satgas narkotika TNI dengan 200 personel, yang dikonfirmasi Panglima TNI dalam wawancara dengan Tempo pasca-paripurna DPR.
Sementara itu, usia pensiun prajurit TNI diusulkan naik, dari tamtama hingga bintang empat. Prabowo beralasan, prajurit yang masih produktif sayang dipensiunkan cepat. Namun, mantan Gubernur Lemhannas, Agus Widjojo, mengkritik langkah ini di X.com (@AgusWidjojo), menyebutnya bakal mengacaukan piramida karier TNI dan menyebabkan penumpukan 300-an perwira menengah tanpa jabatan.
Permen Gula dan Pesanan Khusus
Menariknya, diskusi Tempodotco mengungkap adanya “pasal gula-gula” di Pasal 47 ayat 2, yang mewajibkan TNI mundur jika menjabat di luar lembaga yang diizinkan. Ini disebut sebagai upaya meredam tudingan dwifungsi, sekaligus “menyentil” Polri yang banyak menempatkan perwiranya di posisi sipil. Ada pula pesanan khusus dari Prabowo untuk menyisipkan Sekretariat Kabinet (Seskab) dalam daftar lembaga, namun ditolak Komisi I DPR di detik akhir.
Dinamika Politik dan Reaksi Publik
PDIP, melalui Ketua Panja Utut Adianto, mengawal revisi ini atas perintah Megawati Soekarnoputri agar TNI tak kembali ke era dwifungsi. Setelah memastikan pasal bermasalah diperbaiki, PDIP menyetujui revisi, meski ada kekhawatiran internal bahwa ini merenggangkan hubungan mereka dengan masyarakat sipil—mitra strategis pasca-kekalahan di Pilpres 2024.
Di sisi lain, masyarakat sipil terus memprotes. Dalam unggahan di X.com, aktivis seperti @KontraS menilai revisi ini melegalkan praktik dwifungsi yang sudah berjalan di era Jokowi, seperti penempatan TNI aktif di jabatan sipil via Perpres dan PP.
Antara Profesionalisme dan Kekhawatiran
Revisi UU TNI mencerminkan tarik-menarik antara modernisasi dan supremasi sipil. Pemerintah mengklaim ini akan memperkuat profesionalisme TNI, tetapi kritikus menilai sebaliknya: TNI justru jadi korban, terjebak dalam tugas sipil yang merusak fokus pertahanannya. Dengan proses yang terkesan buru-buru dan minim transparansi—seperti draft yang berubah H-1 pengesahan—revisi ini meninggalkan tanda tanya besar: akankah TNI semakin profesional, atau justru kembali ke masa lalu?